Oktober Tahun 2008 Menjadi masa baru buat Mona Ramouni. Dengan uang tabungannya ia
mendapatkan Cali, seekor kuda poni. Tak lama setelah itu dan hingga
kini, Cali menjadi teman setianya kemana pun ia pergi. Ramouni yang
tunanetra merasakan kebebasan dan kegembiraan karena Cali memandunya.
Sebelumnya,
Ramouni merasa putus asa. Sebab, dengan keterbatasannya ia tak bebas
pergi ke tempat yang ia suka. Lahir secara prematur, tiga bulan sebelum
waktunya, Ramouni kehilangan penglihatannya tak lama setelah dilahirkan.
Saat masih kecil, ia diajari menggunakan tongkat untuk memandu dirinya.
Namun,
tongkat tak banyak membantu Ramouni. Ia merasa tak begitu bebas pergi
ke tempat yang ingin ia kunjungi. Ia frustrasi dengan kondisi itu. Tak
jarang ia sakit gara-gara perasaan takut mengunjungi tempat-tempat baru.
Rasa itu juga merasuk saat ia meminta seseorang memandunya ke sebuah
toko.
Khususnya, saat ia kehabisan minuman ringan bersoda
kesukaannya. Bahkan, saudara-saudara perempuannya sering menggodanya.
Dan akhirnya, Ramouni memutuskan untuk lebih banyak menghabiskan waktu
di kamarnya. Hingga akhirnya, ia membaca sebuah artikel mengenai kuda
yang bisa menjadi pemandu.
"Lebih dari kebebasan bergerak yang
saya dapatkan dengan panduan Cali. Di sisi lain, Cali juga menunjukkan
kepada saya bahwa ada banyak kemungkinan yang bisa saya lakukan," kata
perempuan berjilbab ini. Ia membeli Cali pada 2008 dan mengirimkannya ke
seorang pelatih profesional.
Cali dilatih untuk mengatasi
sejumlah rintangan: masuk dan keluar mobil serta bus, dan memindahkan
benda yang diletakkan di tempat yang salah dengan giginya. Tujuh bulan
kemudian, sang pelatih Dolores Artse membawa Cali ke Dearbon, Michigan.
Di sana dia telah menyiapkan kandang kecil bagi Cali di halaman rumah
orang tuanya.
Tantangan terbesar harus dihadapi Ramouni beberapa
bulan lalu, ketika akan pergi ke Lansing, Michigan. Meski hanya dua
hingga tiga jam perjalanan dari Dearbon, namun orang tuanya khawatir
melepasnya pergi. "Mereka ingin saya tetap berada di rumah," ujarnya
seperti dikutip AFP, Senin (15/11).
Hingga kini, Ramouni dan Cali
tak terpisahkan. Cali pun setia berada di samping Ramouni saat ia
berada di kelas ketika mengikuti kuliah. Ia mengambil kajian psikologi.
Cali pun menarik perhatian seisi kelas dan profesor yang mengajar di
kelas. Itu terjadi saat Ramouni mengambil buku catatannya beserta
perangkat braillenya.
Cali yang berada di sampingnya tiba-tiba
mendengus. "Apa yang kau pikirkan Cali?" tanya Profesor Shelley Smithson
sambil tertawa. Tak berapa lama ia kembali ke materi yang ia ajarkan,
tentang konseling dan psikoterapi. Teman-teman Ramouni terkadang juga
merasa kaget mendengar dengus Cali.
Namun, kemudian mereka
menjadi akrab. Mereka mengelus kepala Cali dan membidikkan kamera pada
telepon genggamnya ke arah Cali. "Ini benar-benar seekor kuda?" tanya
seorang temannya yang penasaran. Biasanya, kata Ramouni, ia begitu
berbaik hati menjelaskannya ke orang lain.
Ramouni berkisah,
dengan bantuan Cali yang memiliki bobot 45 kg, ia berhasil meraih
impiannya untuk mendalami konseling rehabilitasi di universitas di
Michigan. Bagi dia, bersama Cali ia dapat menjalani hidup yang berbeda.
Ia mampu meraih apa yang dicita-citakan dan pergi ke tempat yang
sebelumnya mustahil dicapai.
Biasanya, jelas Ramouni, seekor
anjing yang digunakan sebagai pemandu tunanetra seperti dirinya. Namun,
ia menjelaskan bahwa ia seorang Muslimah, demikian pula orang tuanya,
yang tak memungkinkan memelihara seekor anjing di dalam rumahnya. "Kini
hidup saya telah berubah," katanya.
sumber
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-mancanegara/10/11/17/147131-muslimah-buta-itu-kuliah-didampingi-kuda-poni