Tuesday, April 9, 2013

Janganlah Kau Merendahkan Orang Lain



“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum merendahkan kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang direndahkan) lebih baik dari mereka (yang merendahkan)…” (QS. Al-Hujurat: 11) Yakni, jangan merendahkan orang atau kaum tertentu. Meremehkan dan memandang hina orang lain termasuk kesombongan.

Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang didalam hatinya terdapat sebutir debu dari kesombongan.” (HR. Muslim)


Kesombongan, walau hanya sebesar butir debu, akan menghalangi orang untuk masuk ke dalam surga. Rasulullah SAW bersabda, “Kesombongan itu menolak kebenaran dan meremehkan orang lain.”

Menghina dan meremehkan orang lain adalah tindakan zalim dan dosa. Jika Anda meremehkan orang lain, maka pahala kebaikan Anda akan hilang dan Anda akan mendapatkan murka Allah SWT.

Ingatlah sabda Rasulullah SAW kepada Abu Dzar, setelah Abu Dzar mencaci orang lain dengan menyebut ibunya. Apa yang dikatakan Rasulullah kepada Abu Dzar? Beliau bersabda, “Sesungguhnya engkau seorang yang didalam dirimu masih ada sifat jahiliyah.” (HR. Bukhari)

Bukhari membuat bab tersendiri, dalam bukunya, yang membahas tentang ayat, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan)dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS. Al-Hujurat: 11) Di dalam bab ini Bukhari menyebutkan dua hadits:

1. Dari Abdullah ibn Zama’ah, ‘Rasulullah melarang orang menertawakan (orang lain) karena sesuatu yang keluar dari dalam tubuhnya.” (HR. Bukhari)

2. Dari Abdullah Ibn Umar, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan (untuk dilanggar) atas kalian darah-darah kalian, harta kalian dan harga diri kalian, sebagaimana haramnya hari kalian ini, dalam bulan ini, di kota ini.” (HR. Bukhari)

Termasuk bentuk meremehkan orang lain adalah meremehkan mereka karena dosa dan kesalahan yang mereka lakukan. Apalagi jika ternyata mereka telah bertobat dari dosa dan kesalahannya.

Firman Allah, “Bisa jadi mereka yang diremehkan itu lebih baik daripada mereka yang meremehkan.” (QS. Al-Hujurat: 11) Betul sekali mereka yang diremehkan bisa jadi lebih baik dan lebih mulia di sisi Allah daripada mereka yang meremehkan. Orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa.

Bisa jadi seorang sahaya lebih baik daripada tuannya disisi Allah. Bisa jadi rakyat lebih baik daripada pejabat. Bisa jadi pegawai lebih baik daripada komisaris…

Allah berfirman, “Sesungguhnya orang yang termulia disisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Pandai.” (QS. Al-Hujurat: 13)

“Sesungguhnya barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan berdosa, maka sesungguhnya baginya neraka Jahannam. Ia tidak mati di dalamnya dan tidak (pula) hidup. Dan barangsiapa datang kepada Tuhannya dalam keadaan beriman, lagi sungguh-sungguh beramal saleh, maka mereka itulah orang-orang yang memperoleh tempat-tempat yang tinggi (mulia), (yaitu) surga ‘Adn yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Dan itu adalah balasan bagi orang yang bersih (dari kekafiran dan kemaksiatan).” (QS. Thaha: 74-76)

“Dan janganlah sekali-kali orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tangguh kepada mereka hanyalah supaya bertambah-tambah dosa mereka; dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (QS. Ali-Imran: 178)

“Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertaqwa itu lebih mulia dari pada mereka di hari Kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS. Al-Baqarah: 212)

Rasulullah SAW ditanya, “Siapakah orang yang paling mulia?” Rasulullah menjawab, “Orang yang paling bertaqwa kepada Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bukhari meriwayatkan dari Sahal ibn Sa’ad as-Saidi, “Seorang laki-laki lewat didepan Rasulullah, Rasulullah berkata kepada seseorang yang duduk disisi beliau, “Bagaimana pendapatmu tentang orang ini?” Orang yang disisi Nabi itu menjawab, “Ia adalah oaring dari golongan terhormat. Demi Allah, jika ia meminang, ia pasti diterima; jika ia meminta bantuan, pasti dibantu.” Rasulullah SAW diam. Kemudian lewat orang yang lain. Dan Rasulullah pun bertanya kepada orang yang disampingnya tadi, “Bagaimana pendapatmu tentang yang ini?” Orang itu menjawab, “Wahai Rasulullah, dia orang dari golongan muslim yang miskin. Jika ia meminang, pasti ditolak; jika ia minta bantuan, pasti tidak ada yang membantu; jika ia berkata, pasti tidak ada yang mendengarkan ucapannya.” Kemudian Rasulullah SAW berkata, “Orang ini (yang miskin) lebih baik daripada bumi dengan segala isinya dan orang yang tadi (yang dari golongan terhormat).” (HR. Bukhari)

Dalam hadits ini mungkin orang miskin itu lebih baik agamanya daripada orang yang dari golongan terhormat.

Dalam Shahih Muslim disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa kalian, tidak pula melihat harta kalian. Tetapi Allah melihat hati dan perbuatan kalian.”

Rasulullah SAW juga pernah bersabda, “Banyak orang yang berpenampilan kumal, tak dipersilahkan masuk di hadapan pintu-pintu rumah. Padahal jika ia bersumpah, niscaya Allah akan menerimanya.”

Perhatikanlah bayi kecil yang bisa berbicara untuk mengukuhkan kebenaran. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah, “Nabi SAW bersabda, ‘Hanya ada tiga bayi yang bisa berbicara ketika masih dalam buaian…’ Kemudian lanjutan hadits itu adalah, ‘Ketika seorang bayi sedang menyusu pada ibunya, lewatlah seseorang dengan menunggang kuda yang gagah dan berpenampilan menarik. Sang ibu berkata, ‘Ya Allah jadikanlah anakku seperti orang ini.’ Anak itu sontak melepaskan mulutnya dari putting susu ibunya, melihat orang itu dan berkata, ‘Ya Allah, jangan Engkau jadikan aku seperti orang itu!’ Kemudian bayi itu kembali menyusu.’ Aku (Abu Hurairah) berkata, ‘Aku melihat Rasulullah menceritakan kasih itu dengan penuh penghayatan. Sampai-sampai, ketika berkata ‘bayi itu menyusu’, beliau tanpa sadar mengisap jari jempol tangannya.’ ‘Kemudian (dihadapan ibu dan bayi tadi) lewat banyak orang menggiring seorang sahaya sambil memukuli dan memakinya, ‘Engkau berzina dan mencuri!’ Sedang sahaya itu berkata, “Allah mencukupi aku dan Dialah pelindung yang paling baik”

Melihat itu sang ibu berucap, ‘Ya Allah, jangan jadikan anakku seperti dia.’ Bayi yang digendong tersebut segera melepaskan putting ibunya, menatap sahaya itu dan berkata, ‘Ya Allah, jadikanlah aku seperti dia.’ Sang ibu bertanya kepada bayinya tentang apa saja yang baru ia alami. Sang bayi menjelaskan kepaa ibunya bahwa sahaya wanita itu tidak berzina dan tidak mencuri. Sedangkan laki-laki dengan kendaraan yang gagah itu adalah seorang penindas.”

Firman Allah, “…dan jangan pula wanita-wanita (meremehkan) wanita-wanita lainnya, (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diremehkan) lebih baik dari wanita (yang meremehkan).” (QS. Al-Hujurat: 11) Ini berisi peringatan terhadap kaum wanita agar tidak menyombongkan diri. Para wanita adalah “kurang daya nalarnya dan agamanya”, dan saling menyombongkan diri itu sering terjadi kalangan kaum wanita. Itulah alasan mengapa mereka disebut secara khusus dalam ayat ini.[*]