Selama tiga abad -- 1500 hingga 1800 M – peradaban Islam masih memiliki
tiga kekuatan yang tersebar di Turki, Persia, dan India. Di Istanbul,
Turki berdiri sebuah kerajaan besar yang juga sempat menjadi adikuasa
selama lebih dari 600 tahun bernama Turki Usmani atau Ottoman.
Turki
Usmani disegani dan memiliki pengaruh yang begitu hebat setelah
menaklukan Bizantium pada 1453 M. Sebagai adikuasa, Kesultanan Turki
Usmani mampu menguasai sebagian benua Asia, Eropa, dan Afrika. Puncak
keemasannya dicapai pada era kepemimpinan Sultan Sulaiman I (1520-1566
M).
Di Persia, berdiri sebuah kerjaaan Islam yang besar yakni
Safawi. Kerajaan ini dididirikan oleh Syah Isma’il pada 1501 M di
Tabriz, Iran. Ia memproklamirkan Syiah Isna Asyariyah sebaga agama
negara.
Di India, berdiri kerjaan Islam bernama Mogul yang
berkuasa dari abad ke-16 hingga 19 M. Kesultanan itu didirikan oleh
Zahiruddin Muhammad Babur -- keturunan Timur Lenk, penguasa Islam asal
Mongol. Pada era keemasannya, Kerajaan Mogul berperan besar dalam
mengembangkan agama Islam, ilmu pengetahuan, sastra, hingga arsitektur.
Jatuhnya tiga raksasa
• Kerajaan Safawi
Kerajaan
Safawi mulai mengalami kemuduran sejak Abas I turun tahta. Enam raja
penggantinya tak mampu mendongkrak kemajuan, malah menunjukkan pelemahan
dan kemunduran. Pada era kekuasaan Safi Mirza, Kerajaan safawi mulai
menukik. Safi Mirza yang juga cucu Abbas I, dikenal sangat kejam
terhadap pembesar-pembesar kerajaan. Berbagai kota dan wilayah yang
dikuasai Safawi mulai terlepas.
Setelah itu, Safawi dipimpin
Sulaiman seorang raja pemabuk. Ia bertindak kejam terhadap para pembesar
kerajaan. ‘’Akibatnya, rakyat masa bodoh terhadap pemerintahan,’’ papar
Prof Badri Yatim. Selain itu, Safawi pun harus berhadapan dengan
pemberontakan yang dilakukan bangsa Afghan.
Terlebih lagi,
Kerjaan Safawi kerap berkonfrontasi dengan Kerajaan Turki Usmani.
‘’Dekadensi moral yang melanda sebaian pemimpin Safawi turut mempercepat
kehancuran kerajaan,’’ ungkap Prof Badri Yatim. Sultan Sulaeman adalah
seorang pecandu berat narkotika dan senang kehidupan malam.
• Kerajaan Mugal
Setelah
satu setengah abad mencapai masa keemasan, Kerajaan Mugal di India
akhirnya meredup dan hingga akhirnya hancur. Kerjaaan itu hancur pada
1858 M. Faktornya penyebabnya, menurut Prof Badri yatim, antara lain:
1.
Stagnasi pembinaan kekuatan militer. Akibatnya operasi militer Inggris
tak terpantau. Kekuatan militer di laut dan darat Kerajaan Mugal
menurun.
2. Kemerosotan moral dan hidup mewah di kalangan elite politik dan menyebabkan pemborosan keuangan negara.
3.
Pendekatan Aurangzeb yang terlampau ‘’kasar’’ dalam melaksanakan
ide-ide puritan, sehingga konflik agama sangat sukar diatasi.
4. pewaris tahta kerajaan pada paruh akhir adalah figur-figur yang lemah dalam bidang kepemimpinan.
• Kerajaan Usmani
Menurut Prof Badri Yatim, adikuasa dunia, Kerajaan Turki Usmani juga mengalami kehancuran karena berbagai faktor:
1.
Wilayah kekuasaan yang sangat luas. Sehingga administrasi pemerintahan
menjadi rumit dan tak beres. Di sisi lain, para penguasanya memiliki
ambisi yang besar untuk memperluas wilayah kekuasaan.
2.
Heterogenitas penduduk. Akibat menguasai wilayah yang luas, Turki Usmani
mengendalikan berbagai etnis pendduk. Heteroginitas itu memicu
banyaknya pemberontakan.
3. Kelemahan para penguasa. Sepeninggal
Sulaiman Al-Qanuni, Turki Usmani dipimpin sultan-sultan yang lemah, baik
keperibadian, maupun kepemimpinan. Akibatnya pemerintahan menjadi
kacau.
4. Budaya pungli. Perbuatan pungli melemahkan kekuatan
kerajaan. Setiap orang yang menginginkan jabatan harus menyuap atau
membayar uang pelicin.
5. Merosotnya ekonomi. Peperangan yang
terus dilakukan membuat perekonomian merosot. Pendapatan berkurang,
sementara belanja untung perang terus menguras anggaran negara.
6.
Stagnasi dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemajuan yang telah
dicapai dalam ilmu pengetahuan dan teknologi tak dikembangkan para
penguasa terakhir. Akibatnya, Turki Usmani kalah canggih dari segi
persenjataan dibandingkan negara-negara Barat.
Sumber